REVOLUSI Industri menuntut setiap jengkal dunia untuk terlibat dalam arus digitalisasi global. Dengan adanya berbagai inovasi teknologi dan komunikasi, setiap daerah wajib untuk melakukan digitalisasi untuk terlibat dalam narasi lokal, nasional, maupun global. Dalam konteks negara, baik kota maupun desa perlu untuk mengadopsi teknologi yang relevan untuk termasuk salah satu negara yang berupaya maksimal untuk memastikan setiap pulau teraliri internet. Dengan geografi Indonesia yang unik, menjadi tantangan yang besar agar semua daerah bisa terdigitalisasi, terutama di daerah desa dan daerah 3T terdepan, terluar, dan tertinggal. Pada 2021 lalu, Kementerian Komunikasi dan Informasi berencana membangun Base Transceiver Station BTS untuk memperluas jaringan layanan internet di desa. Desa penggerak ekonomi Desa memiliki peran sentral dan posisi yang vital terhadap pertumbuhan ekonomi, terlebih dengan arah pembangunan nasional saat ini yang menginginkan kemajuan dari hulu ke hilir. Desa – sama seperti kota, juga perlu melakukan transformasi digital agar ekonomi semakin baik ke depan dan bisa berkontribusi maksimal dalam pembangunan ekonomi negara Indonesia. Dengan demikian, desa perlu digitalisasi. Kehidupan di desa memiliki banyak keunikan, identitas, dan sering kali menginspirasi. Desa merupakan salah satu penggerak ekonomi Indonesia melalui pengembangan, inovasi, sumber daya dan karya yang dimiliki oleh masing–masing desa. Namun sayangnya, sumbangan desa terhadap PDB masih jauh tertinggal dibandingkan daerah perkotaan. Mengutip dari CNN Indonesia, Wakil Menteri Desa dan PDTT mengatakan, "Ekonomi desa hanya 14 persen dari PDB nasional, tentu saja ini sangat memprihatinkan. Bagaimana keseimbangan desa-kota harus kita selaraskan, sehingga kesenjangan pembangunan bisa diminimalisir." Akan tetapi, desa masih punya banyak ruang untuk berkembang dan potensi yang belum tergali, sehingga desa bisa menjadi penyumbang terbesar perekonomian negara. Bahkan, desa bisa berperan sebagai fondasi ekonomi bangsa. Menurut Soleh 2017, memandang desa sebagai basis potensial kegiatan ekonomi harus menjadi paradigma baru dalam program pembangunan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Oleh karena itu, Indonesia perlu memperkuat kompetensi, kapasitas, dan kapabilitas desa. Salah satu hal yang perlu dilakukan adalah melakukan digitalisasi. Hal tersebut tentu perlu didukung oleh sistem komunikasi dan akses digitalisasi agar manfaat desa dapat tersalurkan dengan baik. Digitalisasi menjadi bagian penting sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan desa. Baik dalam masa pandemi maupun tidak, semua orang harus mampu beradaptasi dan bertransformasi agar semakin melek teknologi. Hal ini guna memudahkan jalur komunikasi yang dapat terjalin antarwarga desa dalam kesehariannya. Berdasarkan data BPS 2019, sebanyak desa tersebar di seluruh Indonesia. Angka tersebut menjadi kekuatan apabila Indonesia bisa mengembangkan potensi desa dengan tepat. Urgensi desa digital dan tantangannya Menyambut semangat Revolusi Industri dan membangun ekonomi dari pinggiran, mengembangkan desa digital menjadi suatu hal yang perlu dilakukan, terlebih dengan era sekarang yang serba digital. Ada banyak manfaat apabila desa terdigitalisasi, misalnya pelayanan publik menjadi lebih efektif dan operasional sehari-hari lebih efisien. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu datang ke balai desa, kantor kelurahan, atau kantor kecamatan jika memerlukan surat pengantar atau dokumen lainnya karena dapat diurus melalui surat elektronik atau layanan pesan teks seperti WhatsApp. Dalam segi ekonomi, produk-produk desa bisa dipasarkan secara lebih luas dan tidak tergantung pihak ketiga. Mengetahui dampaknya, desa digital menjadi keharusan. Mengembangkan desa digital tidak hanya menjadi tugas negara, melainkan kolaborasi semua pihak, termasuk perangkat desa. Peran perangkat desa menjadi sangat penting dalam menggerakkan desa menjadi desa digital. Tentu, perangkat desa ini harus dibekali dengan kemampuan digital, baik soft skill maupun hard skill. Namun, memberdayakan dan mentransformasi desa menjadi daerah digital tentu memiliki beberapa kendala. Kendala pertama tentu kapabilitas setiap daerah yang mencakup infrastruktur dan sumber daya manusia. East Ventures menerbitkan riset mengenai Digital Competitiveness Index DCI 2021 yang menggambarkan tingkat kompetitif digital setiap daerah di Indonesia. Dari riset itu, masih terdapat kesenjangan digital di setiap daerah terutama wilayah Timur. Seperti contoh, di DKI Jakarta, DCI-nya berada pada angka 77,6. Dari peringkat satu ke peringkat dua, Jawa Barat, perbedaannya cukup jauh, sebesar 20 poin. Jawa Barat menempati peringkat kedua dengan indeks 57,1. Semakin ke bawah, tidak ada yang menyentuh angka 50. Indeks itu memperlihatkan dengan jelas ketimpangan tersebut. Artinya, tidak semua memiliki infrastruktur jaringan yang memadai. Seperti contoh lainnya, Indonesia saat ini sedang membangun jaringan 5G dan akan diterapkan di wilayah percontohan. Wilayah percontohan 5G itu antara lain Jabodetabek, Widya Chandra, Pantai Indah Kapuk, Kelapa Gading, Pondok Indah, Alam Sutera, dan Bumi Serpong Damai Balikpapan, Medan, Bandung, Surabaya, Denpasar, Batam, dan Makassar. Melihat daerah percontohan ini, tentu kita boleh berasumsi bahwa infrastruktur di daerah lain belum begitu matang karena masih terpusat di kota-kota besar. Persoalan berikutnya adalah literasi digital, yang memengaruhi kompetensi sumber daya manusia. Literasi digital tidak hanya soal kritis terhadap informasi, melainkan bagaimana kita memanfaatkan teknologi untuk kebutuhan yang lebih besar. Literasi digital menentukan apakah seseorang atau suatu daerah dapat memanfaatkan potensi tertinggi dari teknologi. Literasi digital menjadi ukuran kompetensi penting tentang kemampuan SDM di era digital ini. Sumber daya manusia merupakan komponen penting dalam transformasi digital, tetapi harus diakui bahwa tidak semua daerah memiliki kompetensi SDM yang sama rata. Misalnya, dalam penelitian dari Mangindaan & Manossoh 2018 yang mengamati bagaimana kapabilitas SDM di desa di kecamatan Tabukan Utara dalam mengelola dana desa menemukan bahwa SDM di sana belum mampu mengelola dana itu. Selain itu, apabila bicara dari sudut pandang tingkat pendidikan, mayoritas dari kategori dengan tingkat pendidikan rendah. Kedua hal ini tentu menjadi tantangan terbesar negara kita dalam memacu transformasi digital di seluruh desa di Indonesia. Namun, bukan berarti tak ada peluang untuk meningkatkan kapasitas SDM kita. Pemerintah dan aktor lainnya sedang berusaha meningkatkan talenta-talenta digital. Di saat yang bersamaan pula, beberapa anak muda juga kembali ke desa untuk mengembangkan kapasitas sumber daya di sana. Kesenjangan di desa Problematika literasi digital adalah masalah bersama yang membutuhkan kolaborasi berbagai banyaknya daerah dan desa yang membutuhkan peningkatan kapasitas literasi digital, semua pihak perlu memberikan bantuan, baik itu NGO, swasta, termasuk institusi pendidikan. Institut Komunikasi dan Bisnis IKB LSPR berupaya membantu meningkatkan literasi digital di wilayah-wilayah yang tingkat literasinya masih belum mumpuni melalui inisiasi bernama Literasi Desa. Program ini adalah bentuk usaha memajukan desa dan ikut berkontribusi dalam peningkatan kapasitas sumber daya manusia. LSPR Literasi Desa merupakan salah satu Program Kompetisi Kampus Merdeka PKKM dari pemerintah yang dimenangkan oleh LSPR Institute. Program Hibah PKKM yang dimaksud terdiri dari Literasi Desa, riset kolaborasi, LSPR Connect & Developing, LSPR Upscale, pertukaran Dosen, dan program kemanusiaan. Salah satu bentuk implementasi program ini adalah kegiatan bertajuk “Pelatihan Komunikasi Organisasi Desa Berbasis Digital”, yang diselenggarakan pada 29 Juli 2021, pukul WIB untuk perangkat desa di lingkup Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Para peserta merupakan perwakilan dari Kelurahan/Desa Jaya Sakti, Pantai Harapan Jaya, Pantai Sederhana, Pantai Bahagia, Pantai Bakti, dan Pantai Mekar. Kegiatan yang dilakukan secara daring ini juga diikuti oleh para mahasiswa, alumni, dan dosen LSPR. Dalam implementasinya, LSPR menjalankan pengabdian masyarakat kolaboratif yang terdiri dari berbagai kegiatan penyuluhan, pelatihan dan pendampingan serta pelatihan pengembangan dosen di bidang pengabdian masyarakat. Kegiatan ini merupakan ranah untuk dosen dalam merealisasikan Tridharma Perguruan Tinggi, serta memberikan kontribusi atau dampak positif langsung kepada masyarakat. Dalam melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat, LSPR menemukan satu hal menarik yang bisa menjadi pertimbangan para stakeholders. Menurut masyarakat Kecamatan Muara Gembong, infrastruktur digital menjadi problematika yang perlu ditangani secara serius. Secara keseluruhan, terdapat empat masalah yang paling sering terjadi di desa, yakni jaringan internet yang kurang memadai, kurangnya dukungan dan fasilitas untuk pembangunan desa digital. Kemudian pola komunikasi yang masih dilakukan secara manual face to face, door to door, letter to letter, kurangnya SDM dalam memahami teknologi, serta proses penyampaian informasi yang kurang dipercayai oleh publik. Program Literasi Desa yang dilaksanakan oleh LSPR dapat memberi dampak positif bagi para perangkat desa di Kecamatan Muara Gembong di mana proses transformasi menjadi desa digital pasti tidak mudah karena banyaknya kendala yang harus dihadapi, namun melalui program ini pula kita dapat bersama mencari solusinya. Apa yang bisa dilakukan pemuda Secara komunikasi, masyarakat Kecamatan Muara Gembong sudah baik, tetapi dalam hal lain perlu peningkatan, seperti cara menjual produk ekonomi mereka ke marketplace, menjangkau konsumen, dan lain sebagainya. Masalah-masalah tersebut cukup beralasan mengingat profesi sebagian masyarakat di sana adalah nelayan. Keseluruhannya, kurangnya SDM dalam memahami teknologi dan belum adanya infrastruktur esensial merupakan masalah yang perlu penanganan sesegera mungkin. Kecamatan Muara Gembong adalah satu dari sekian banyak daerah yang tidak termasuk daerah terluar 3T tetapi mengalami kesenjangan digital. Melihat tantangan desa yang pelik, dibutuhkan peran semua pihak untuk menyelesaikannya, termasuk para pemuda. Pemuda Indonesia memiliki banyak potensi untuk mengembangkan desa digital. Karakteristik pemuda yang merupakan digital native akan sangat membantu desa untuk melakukan transformasi menuju desa digital. Penelitian dari Kompas tahun 2021 menyebutkan bahwa pemuda menjadi penduduk yang sering mengakses media sosial. Secara berurutan, Generasi Z lebih sering mengakses media sosial 2-5 kali sehari dengan persentase 42,9 persen. Disusul Milenial dengan 37 persen. Selain itu, Generasi Z dan Milenial juga merupakan kategori penduduk yang akrab dengan e-commerce. Berdasarkan olah data SUSENAS 2019 oleh Tim Lokadata di tahun 2020, dari 46,7 juta milenial pengguna internet, 17 persen di antaranya suka berberlanja online. Dengan kata lain, pemuda punya pemahaman terkait bagaimana memasarkan produk online. Dan di era sekarang, pemahaman soal e-commerce sangat bermanfaat. Dari aspek pemanfaatan teknologi digital, pemuda punya keunggulan yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan desa. Misalnya, dengan membuat konten promosi agar netizen berkeinginan membeli produk dari desa mereka atau sekadar memperkenalkan keindahan desanya untuk mempromosikan daerah wisata. Pemuda juga bisa membantu memasarkan produknya di marketplace yang tersedia. Ada banyak contoh di mana pemuda ikut membantu mengembangkan kapasitas warga desa. Contohnya, mahasiswa Universitas Negeri Malang tahun 2021 lalu melalui program pengabdian masyarakat. Mereka memberikan pelatihan tentang kewirausahaan digital untuk masyarakat di Desa Sambigede, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Peserta pelatihannya merupakan anggota Karang Taruna Sari Kusuma, yang mayoritas anggotanya telah memiliki usaha sendiri. Selain memberikan pelatihan, pemuda juga bisa menjadi pemimpin di desanya. Adidaya Perdana, seorang pemuda berusia 29 tahun pada 2020, kini memimpin Desa Margoyoso di Magelang. Dia sukses membangun desa yang kering kerontang menjadi subur. Ada lagi pemuda yang menjadi pemimpin desa di Desa Benda, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes. Sosok muda itu bernama Baitsul Amri. Pemuda ini bahkan mencetuskan inovasi berbentuk aplikasi yang disebut “Desaku Benda.” Aplikasi ini dibuat untuk memudahkan layanan publik berbasis online, keperluan administrasi, peta desa, hingga pajak. Aplikasi tersebut menjadi aplikasi berbasis desa pertama di Brebes yang diluncurkan pada Maret 2021. Beberapa contoh ini adalah segelintir contoh di mana pemuda bisa ambil peran membangun desa. Desa mempunyai peran penting, potensi ekonomi yang besar, dan juga keunggulan lainnya yang mungkin tidak dimiliki oleh kota. Membangun desa bukan perkara menjadi terkenal atau tidak, tetapi panggilan untuk membangun negeri dari pinggiran. Masa depan Indonesia akan lebih cerah jika pemuda membangun negeri dari desa dan kota. Sudah saatnya pemuda untuk pulang ke kampung halaman dan membangun desa tempat tinggalnya. Membangun Indonesia dari sudut dan pelosok Tanah Air! Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Biladihubungkan dengan pemuda maka Al-Qur'an memberikan jawabannya bahwa pemuda adalah Sebagai penyambung generasi kaum beriman (QS.52:21, 25:74). Jika digarisbawahi, pemuda adalah penerus. Yang artinya akan menggantikan dan memimpin dengan cara yang berbeda. kontribusi pemuda milenial, khususnya di Era 4.0 untuk pembangunan bangsa tidakJAKARTA - Menghadirkan Puteri Indonesia 2020, kampus Universitas Bina Sarana UBSI bersama Yayasan Puteri Indonesia sukses melangsungkan Webinar Pemuda Digital yang bertajuk Aktualisasi Peran Pemuda di Era Digital’ live di Zoom cloud meetings dan channel youtube Kuliah BSI Aja, Rabu 28/10. RR Ayu Maulida, Puteri Indonesia 2020 mengatakan bahwa peran Puteri Indonesia tentunya merupakan sosok perempuan yang mewakili wanita-wanita di Indonesia yang nantinya memberikan suatu inspirasi serta prestasi di bidang masing-masing. “Di era digital, saya selalu memanfaatkan platform pribadi sebagai Puteri Indonesia untuk semakin menyebarluaskan kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia melalui media-media serta ingin lebih dekat ke masyarakat,” tutur Ayuma dalam rilis yang diterima Sebagai seorang puteri Indonesia, ia diharuskan mampu mengajak seluruh pemuda Indonesia mengenal dan mencintai budaya-budaya di Indonesia. “Tidak masalah jika kita menyukai budaya luar, selama pastinya kita tidak lupa mencintai budaya kita sendiri, Indonesia. Karena kalau bukan kita yang mencintai dan melestarikan, lalu siapa lagi?” pungkasnya. Ayuma, sebagai perwakilan Indonesia di ajang Miss Universe 2020 mengungkapkan ingin memperkenalkan Indonesia lebih luas lagi di kancah internasional melalui platform pribadi miliknya. “Advokasi yang akan aku bawakan pada ajang Miss Universe 2020 adalah Senyum Desa. Awalnya Senyum Desa merupakan komunitas kecil yang berisi segelintir orang dan kini telah menjadi yayasan,” katanya. Komunitas Senyum Desa memokuskan terhadap masyarakat-masyarakat desa. Hal ini dilatarbelakangi banyaknya ketidakrataan ataupun kesenjangan sosial antara masyarakat desa dan masyarakat di perkotaan. “Masyarakat kita yang berada di sana sangat banyak yang memiliki potensi sebagai pemimpin, pengusaha, dan masih banyak dari mereka yang dapat digali potensinya. Namun mereka tidak memiliki kesempatan yang sama seperti kita. Entah itu di bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan bidang lainnya,” tandasnya. Ayuma sebagai perwakilan Indonesia menyampaikan pada Webinar Pemuda Digital di kampus UBSI Berangkat dari fenomena tersebut, ia peduli dan bergerak mengangkat Senyum Desa. “Jadi, tidak hanya kita yang berada di kota tapi juga seluruh sahabat serta saudara kita yang tersebar di Indonesia bahkan untuk semua yang ada di dunia ini. Walaupun mereka berada di wilayah terpencil tetapi mereka pantas memiliki kesempatan yang sama seperti kita di kota,” jelasnya. Pada webinar yang dipandu oleh Achmad Baroqah Pohan dan Jordy Lasmana Putra tersebutm Ayuma juga mengajak seluruh pemuda Indonesia mengkampanyekan Stop Cyber Bullying’. “Bullying is bullying, di mana kamu merendahkan seseorang atau memfitnah dan merasa lebih tinggi dari orang lain. It’s not a good things,” paparnya. Hal tersebut, menurutnya, merupakan cikal-bakal seseorang merendahkan orang lain. Baik itu di siber atau di dalam kehidupan nyata itu semua menjadi contoh yang sangat tidak baik untuk seluruh generasi milenial. Ia menyebutkan, saling bully satu sama lain saat ini sedang marak di media sosial. “Apapun alasannya, semua itu akan merusak cikal-bakal generasi penerus bangsa. Karena tanpda kita sadari, dengan membully seseorang itu, kita juga menutup masa depan mereka. Secara tidak langsung kita menghilangkan rasa percaya diri dan kepemimpinan mereka lalu akhirnya merasa rendah diri akibat bullying,” lugasnya. Ayuma menambahkan, maka pemuda-pemudi Indonesia harus lebih bijak dalam menyampaikan ketidaksukaan terhadap sesuatu. Sementara itu, bagi yang di-bully harus lebih bijak dalam memilih mana yang benar dan tidak benar. Ia berharap, semoga seluruh peserta yang mengikuti Webinar Pemuda Digital mendapatkan manfaat dan terus berbagi terhadap sesama serta semoga masa depan Indonesia semakin cerah palagi dimomen spesial Sumpah Pemuda.
MenguatkanPeran Pemuda di Era Digital. Jumat, 25 Februari 2022 | 07:37 WIB; Oleh : Administrator; Anak-anak muda adalah agen perubahan karena kemampuan adaptif mereka terhadap perkembangan teknologi digital dan mampu mentransformasikannya sebagai sebuah kekuatan ekonomi digital.